Beranda | Artikel
Korelasi Rukun Ibadah
Rabu, 6 September 2023

Syarat ibadah

Ibadah seseorang tidaklah akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kecuali jika terpenuhi dua syarat:

Yang pertama: Ikhlas, yaitu memurnikan ibadah kita hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tidak mengharapkan apapun dari manusia baik itu pujian, sanjungan, ataupun balasan dari dunia yang fana ini.

Yang kedua: Mutaba’ah, yaitu mengikuti/ mencontoh sikap dan perilaku Nabi dalam menjalankan ibadah serta tidak berinovasi dalam ibadah.

Kedua syarat ini telah Allah isyaratkan di dalam firman-Nya,

فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Sangat jelas di dalam ayat tersebut bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan syarat bagi mereka yang ingin bertemu dengan-Nya. Yaitu, dengan beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Hal tersebut adalah isyarat tentang keikhlasan. Adapun yang di maksud “beramal saleh” adalah suatu ibadah tidaklah dikatakan saleh (baik), kecuali sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Rukun ibadah

Selain syarat ibadah, di sana ada rukun ibadah yang harus ada di dalam ibadah seorang hamba kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yaitu:

Pertama: Al-mahabbah (rasa cinta)

Kedua: Al-khauf (rasa takut)

Ketiga: Ar-Raja‘ (rasa harap).

Rukun ibadah satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan atau berdiri sendiri seperti amalan-amalan hati lain yang juga saling berhubungan. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Khalid bin Utsman As-Sabt hafidzahullah. Beliau menyatakan terkait amalan hati,

هذه الأعمال متلازمة ومترابطة

Amalan-amalan hati ini satu dengan yang lainnya saling bersinergi dan saling berkaitan.”

Bahkan, di dalam Al-Qur’an, 3 rukun ini digandengkan dalam satu ibadah. Hal ini menunjukkan bahwa 3 rukun ini tidak bisa dipisahkan. Berikut ini adalah ayat ketika Allah menyifati ibadahnya orang-orang yang beriman,

إِنَّهُمْ كَانُوا۟ يُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا۟ لَنَا خَٰشِعِينَ

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)

Tiga rukun ibadah ini harus saling berkorelasi terus ketika seorang hamba menjalankan ibadah kepada Allah. Dan apabila salah satunya tidak ada, maka akan mempunyai efek yang kurang baik.

Contohnya adalah apabila rasa al-khauf atau rasa takutnya seseorang yang dalam ‘ubudiyah-nya itu lebih dominan, maka hamba tersebut akan mudah putus asa dari rahmat Allah. Sebaliknya, seorang yang rasa takutnya rendah, maka ia pun akan mempunyai efek yang buruk, yaitu akan bermudah-mudahan di dalam melakukan kemaksiatan.

Contohnya juga adalah apabila rasa raja‘ atau harapan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala itu lebih dominan, maka dia akan mudah untuk bermaksiat kepada-Nya dan suka menunda tobat. Sebaliknya, apabila rasa harapnya berkurang, maka dia akan mudah untuk putus asa dari mendapatkan rahmat dan ampunan Allah Ta’ala.

Begitu pula dengan rukun yang satunya, yaitu cinta, harus bersinergi dengan rukun yang lain karena ia pun penyeimbang dari rukun-rukun yang ada. Bahkan, mahabbah adalah roh dan penggerak suatu ibadah. Walaupun demikian, ia tetap membutuhkan 2 rukun ibadah yang lain. Jika tidak, maka tidak akan ada ketidakseimbangan. Seorang yang dominan adalah mahabbah-nya, maka ia akan bermudah-mudahan dalam menjalankan syariat. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang menerobos batasan-batasan Islam dengan dalih bahwa Islam adalah agama yang tasamuh, memberikan kelonggaran. Dengan demikian, akan menjadi rusak efeknya. Mari kita lihat apa yang dinyatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah,

المحبة ما لم تقترن بالخوف فانها لا تنفع صاحبها بل قد تضره

Al-mahabbah (rasa cinta) yang tidak dibarengi dengan al-khauf (rasa takut), maka sesungguhnya ia tidak akan bermanfaat untuk pelakunya. Bahkan, mampu memberikan kemudaratan kepadanya.” (Bada’i As-Shana’i)

Para ulama mengibaratkan 3 rukun ini bagaikan seekor burung, mahabbah itu bagaikan kepalanya, adapun khauf dan raja‘ itu bagaikan kedua sayapnya. Satu dengan yang lainnya saling membutuhkan untuk mampu terbang ke angkasa. Begitu juga ibadah, membutuhkan 3 rukun itu agar mampu diterima di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

القلب في سيره إلى الله – عزَّ وجلَّ – بمنزلة الطَّائر؛ فالمحبَّة رأسه، والخوف والرَّجاء جناحاه”

Hati manusia ibarat seekor burung ketika ia beribadah kepada Allah. Mahabbah bagaikan kepalanya. Khauf dan raja’ ibarat kedua sayapnya.”

Rukun-rukun ibadah ini apabila tidak saling menguatkan atau bahkan mengambil salah satunya saja dan meninggalkan rukun yang lain, maka akan memiliki efek yang tidak baik. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh para ulama,

مَنْ عبدَ الله بالحبِّ وحده، فهو زنديق، ومَن عبدَه بالخوف وحْده، فهو حروريٌّ – أي: خارجي – ومَن عبدَه بالرَّجاء وحْده، فهو مرجئ، ومن عبدَه بالخوف والحب والرَّجاء، فهو مؤمن موحِّد”.

Barangsiapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan rasa cinta saja, maka ia seorang zindiq (munafik). Dan barangsiapa yang beribadah dengan rasa takut saja, maka dia adalah seorang haruri atau seorang khawarij. Dan barang siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa berharap saja, maka dia adalah murji’ah. Dan barangsiapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa takut, cinta, dan harap, maka dia adalah seorang mukmin yang bertauhid.”

Dari pernyataan di atas, kita mungkin bertanya tanya, kenapa orang yang hanya mengambil dalam ibadahnya mahabbah saja, maka ia akan terjatuh pada kemunafikan? Kenapa orang yang hanya mengambil dalam ibadahnya khauf saja, maka ia akan terjatuh pada kelompok khawarij? Kenapa orang yang hanya mengambil dalam ibadahnya raja‘ saja, maka ia akan  terjatuh pada kelompok murji’ah?

Orang yang beribadah hanya dengan mahabbah, dia lalu mengesampingkan khauf dan raja‘. Itu mereka biasanya merasa kalau sudah cinta kepada Allah, merasa hatinya sudah terpaut dengan Allah, merasa sudah mendapat derajat “kekasih” Allah, maka tidak perlu lagi mengamalkan syariat. Akhirnya mereka meremehkan syariat. Tidak merasa perlu mengamalkan syariat Islam. Karena merasa sudah cukup dan sempurna ibadahnya dengan rasa cinta. Dari sinilah letak mereka seperti orang zindiq atau munafik.

Adapun yang beribadah hanya mengandalkan khauf-nya dan mengesampingkan mahabbah dan raja‘, maka biasanya mereka lebih dominan dalam memahami dan menelaah dalil-dalil wa’id atau terkait ancaman dengan pemahaman bahwa pelaku dosa besar adalah kafir dan keluar dari ajaran Islam, bahkan mampu memasukkan pelaku dosa besar tersebut ke dalam api neraka selamanya. Dan seperti inilah pemahaman orang-orang khawarij.

Adapun yang beribadah hanya mengandalkan raja‘ dan mengesampingkan mahabbah dan khauf, maka ia akan mudah terjerumus ke dalam golongan murji’ah. Karena orang murji’ah adalah orang yang berlebihan dalam mempelajari dalil-dalil wa’id dan ganjaran (pahala) dalam agama Islam. Karena tidak diimbangi dengan rukun yang lain, maka banyak di antara mereka yang meyakini pelaku dosa itu imannya tidak berkurang sama sekali.

Oleh karena itu, marilah untuk senantiasa memperbaiki hati kita agar menjadi hamba Allah yang lebih baik.

***

Penulis: Agung Argiyansyah


Artikel asli: https://muslim.or.id/87390-korelasi-rukun-ibadah.html